Keterlibatan Anak dalam Pembangunan Berkelanjutan: Menghormati dan Melindungi Hak Mereka. Lalu Apakah Hak Tersebut Telah Terpenuhi? (Sebuah Opini)
Anak sebagai generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan para pendahulu, serta mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas bagi kesatuan negara republik Indonesia, maka dari itu diperlukan pembinaan terus menerus terkhususnya dalam ranah pendidikan dan pengembangan diri bagi anak. Perlunya sarana pengembangan motorik, pengembangan fisik, bakat dan talenta, mental serta perlindungan dari segala hal-hal yang memiliki potensi membahayakan bagi anak.
Di dalam ajaran islam anak merupakan titipan dan amanat bagi orang tua untuk dijaga, dirawat dan dilindungi. Oleh karena itu dalam hal ini negara pun ikut berperan penting dalam proses tumbuh kembang anak, karena anak merupakan cikal bakal dari sumber daya manusia yang nantinya akan meneruskan perjalanan para pejuang bangsa. Maka dari itu, sesuai amanat, maka semua bangsa melalui convention on the right of the child (CRC) sepakat bahwa anak harus mendapatkan perlindungan dan hak asasi manusia.
Dalam idenya pemerintah Indonesia mengagas bahwa Indonesia menjamin hak setiap anak untuk memperoleh perlindungan dari praktik-praktik eksploitasi ekonomi dan pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan. tetapi dalam realitanya masih banyak anak yang menjadi korban eksploitasi ekonomi di kota-kota besar, bahkan sampai mereka mendapatkan perlakuan diskriminasi, kekerasan dan putus sekolah, sehingga hak-hak tersebut belum terpenuhi secara sistematik dan berkala.
Anak-anak di kategorikan dalam kelompok rentan atau rawan mendapatkan kejahatan karena menjadi salah satu golongan lemah yang berpotensi mendapatkan kekerasan dalam bentuk verbal maupun fisik. Dengan itu anak belum dapat bertanggungjawab melindungi dirinya sendiri, maka dari itu negara di tuntut untuk ini menegakkan dan memenuhi hak-hak anak yang tertuang dalam Konvensi hak anak yang di adopsi dari majelis Umum PBB di tahun 1989 tetang hak-hak anak. Lalu apa saja hak anak tersebut? dan apakah ide tersebut sesuai dengan realita yang di sajikan pada fenomena hari ini?
Yang pertama adalah hak atas keberlangsungan hidup, mencangkup hak atas kehidupan yang layak dan pelayanan kesehatan. Mendapatkan kehidupan yang layak? Tentunya ini belum sepenuhnya terpenuhi, kerena masih banyak anak-anak yang belum mendapatkan penghidupan yang layak sehingga mereka terlantar di jalanan dengan rasa lapar dan tidur di emperan ruko-ruko besar. Terpenuhinya pelayanan kesehatan? Sebagian anak belum terjamah pelayanan kesehatan yang layak, sumber air bersih yang kurang, sehingga banyak sekali kasus stunting, gizi buruk bahkan mirisnya ini terjadi pada keluarga-keluarga kurang mampu yang belum terjamah sepenuhnya oleh pemerintah, lantaran bantuan yang tidak tepat sasaran.
Yang kedua hak untuk berkembang, mencakup hak atas pendidikan, informasi, waktu luang, kegiatan seni dan budaya, kebebasan berpikir, berkeyakinan atau beragama, serta hak anak cacat (berkebutuhan khusus) atas layanan dan perlakuan dan perlindungan khusus. Sungguh luar biasa ide ini, namun pada kenyataannya atau realitanya anak masih belum sepenuhnya terjamah pendidikan layak seperti buku yang tidak memadai, standar guru pengajar yang belum bagus, ruang kelas yang belum memadai, akses sekolah yang belum layak dan masih banyak lagi, terutama di pelosok-pelosok kampung, desa dan wilayah terpencil. Hak anak cacat atau berkebutuhan khusus, nyatanya hak ini belum serta merta didapat, bahkan bukan hanya pada anak tetapi pada seluruh penyandang disabilitas, kita tarik dalam segi fasilitas umum yang belum ramah disabilitas, seperti akses jalan yang belum sepenuhnya mempunyai lantai pemandu, jembatan penyeberangan yang belum semuanya bisa dilalui untuk kursi roda, hingga jarak garis zebra cross yang masih terlalu dekat dengan garis kendaraan berhenti, akses lift yang belum semuanya mempunyai railing dan tombol lift yang susah di jangkau, dan masih banyak lainnya. Perlindungan khusus untuk para disabilitas, hal ini belum menyeluruh terealisasikan karena masih banyak korban anak disabilitas yang mendapatkan perundungan, diskriminasi, pelecehan dan kekerasan seksual.
Yang ketiga adalah hak perlindungan atas segala bentuk eksploitasi, perlakuan kejam, dan perlakuan sewenang-wenang dalam proses peradilan pidana. Dalam realitanya masih banyak anak yang menjadi korban eksploitasi ekonomi entah itu dari orang terdekat atau oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, anak mendapatkan perlakuan kejam ketika tidak mendapat hasil yang di minta, sehingga ini menganggu psikis anak dalam tumbuh kembangnya.
Yang ke-empat adalah hak partisipasi, meliputi kebebasan untuk menyatakan pendapat, berkumpul dan berserikat, serta hak ikut serta dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya. Dalam realitanya anak sering kali di bungkam dalam menyampaikan pendapat dan keinginannya, sedikit orang tua yang menyadari hal ini, karena ilmu parenting kolot yang masih melekat, bahwa anak harus patuh atas segala ucapan dan perkataan orang tua sehingga anak takut untuk menyampaikan pendapat dan mengambil keputusan. Akibatnya anak sulit menemukan jati dirinya, sulit menemukan karakter pada dirinya, serta banyak ketakutan yang menyelimutinya.
Dalam kasus-kasus besar yang merugikan anak-anak tentunya kita sebagai orang dewasa yang di maksudkan dalam Konvensi tersebut agar bersama-sama bertanggungjawab atas ruang aman dan perlindungan dalam pemenuhan hak-haknya, terutama oleh penyelenggara negara. Anak harus mendapatkan sesegera mungkin pemenuhan hak tersebut, pasalnya anak sebagai generasi penerus bangsa ini harus mendapatkan perhatian yang lebih, apalagi dalam sektor pendidikan dan pemberdayaan serta perlindungan. Kasus eksploitasi yang menimpa anak memang terjadi karena banyak faktor, baik faktor internal (keluarga) atau faktor eksternal (penculikan atau human trafficking).
Kiranya memang perlu adanya kajian berkala mengenai hal ini.
Komentar
Posting Komentar